RUMAH MURAH, RUMAH IDAMAN

RUMAH MURAH, RUMAH IDAMAN

Ditulis oleh Teguh
Minggu, 08 Januari 2012 00:15

Agar harga rumah terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, perlu dicari lokasi yang tidak terlalu dekat dengan kota tapi masih tetap diminati oleh masyarakat.

Rumah murah kini menjadi incaran masyarakat kelas menengah ke bawah. Itu karena daya beli mereka menurun. Di sisi lain, harga rumah semakin melonjak. Bagi kalangan ini, bisa memiliki rumah dengan harga yang murah menjadi idaman.

Namun konsekuensinya, rumah murah terletak cukup jauh dari pusat kota. Di kota metropolitan seperti Jakarta kebanyakan rumah murah dan terjangkau berlokasi di daerah pinggiran yang jarak tempuh ke Ibu Kota sekitar 1-2 jam. Bekasi, Bogor, Tangerang, Karawang, dan Depok menjadi kawasan penyangga Jakarta. Hal ini bisa dipahami karena harga tanah di daerah pinggiran masih relatif murah jika dibandingkan di dalam kota. Karenanya, para pengem­bang pun memilih lokasi di pinggiran kota untuk mem­bangun rumah dengan harga yang relatif murah.

“Kalau kita lihat dari harganya, yang murah memang berada di daerah pinggiran. Di Bogor, misalnya di daerah Parung, Cilebut, Bojonggede, Citayam, dan sekitarnya,” ujar Rachmad, seorang pemasar sebuah perusahaan pengem­bang, kepada Republika, pekan lalu.

Konsumen pun tahu konse­kuensi dari membeli rumah dengan harga murah itu terletak di pinggiran Jakarta. “Saya suka perumahan itu. Keliha­tannya asri. Harganya pun murah. Tapi letaknya agak jauh, di Cileungsi,” ujar Tri, seorang pegawai pemerintah, sambil melihat-lihat stan perumahan milik sebuah pengembang besar di arena Pameran Rumah Murah, yang berlangsung di Kartini Expo Center, Jakarta, dari 1-9 April.

Kenaikan Jumlah RSH

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Selu­ruh Indonesia (APERSI), Ir Fuad Zakaria, menyatakan pemerintah memiliki program penyediaan rumah murah bagi masyarakat menengah ke ba­wah lewat gerakan sejuta ru­mah. Yang dibangun adalah rumah sederhana sehat (RSH).

Tahun ini, pihaknya opti­mistis jumlah RSH yang akan dibangun lebih banyak lagi dibandingkan tahun lalu. “Saya yakin tahun ini kita bisa melam­paui 100 ribu unit. Bahkan mungkin bisa sampai 125 ribu unit RSH yang kita bangun,” ujarnya.

Tahun ini, lanjut Fuad, kondisinya lebih baik jika dibandingkan dengan tahun lalu yang terjadi gejolak harga akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Kendala seperti itu tidak akan terjadi pada 2006.

“Tarif dasar listrik tidak jadi dinaikkan. Ini kabar baik bagi semua pihak. Jadi, kondisi tahun ini lebih baik karena tidak ada kendala. Karenanya jumlah RSH yang akan diba­ngun pun dipastikan akan lebih banyak dibandingkan tahun lalu,” ujarnya menambahkan.

Optimisme ini juga didu­kung dengan kemampuan dari bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR), khususnya Bank Tabungan Negara (BTN). Pada 2005 lalu, BTN menar­getkan membiayai 75 ribu unit RSH. Tapi realisasinya bisa mencapai 78 ribu unit. Kondisi 2006 ini, menurut Fuad, akan makin bagus jika Inpres tentang percepatan pembangunan perumahan bisa tersosialisasi dengan baik kepada semua pihak.

Harga Rumah

Fuad menuturkan, harga jual rumah sangat tergantung dua komponen utama. Harga tanah dan biaya produksi. Karena harga tanah di kota semakin lama semakin mem­bumbung, agar harga rumah terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, perlu dicari lokasi yang tidak terlalu dekat dengan kota tapi masih tetap diminati oleh masyarakat. Desain dan arsitekturnya tetap harus dibuat semenarik mung­kin agar disukai oleh masya­rakat.

Sedangkan biaya produksi meliputi anggaran pem­bangu­nan, termasuk di dalamnya adalah biaya perizinan. “Harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah untuk RSH adalah Rp42 juta. Menurut saya, harga ini masih cukup terjangkau oleh masyarakat menengah ke ba­wah,” ujar Fuad.

Direktur PT Jaringan Selera Asia (JSA) — developer yang banyak mengembangkan peru­mahan untuk masyarakat me­ne­ngah ke bawah Ikang Fawzi, menuturkan, jika komponen biaya perizinan bisa diturunkan maka harga rumah bisa lebih murah lagi. Biaya perizinan ini bisa mencapai sekitar 5-15 persen dari seluruh biaya produksi.

Kalau masalah perizinan ini bisa ditekan lagi, tutur Ikang, otomatis harga jual rumah juga bisa lebih rendah. Tapi ini tergantung political will peme­rintah daerah. Ada daerah yang sudah membebaskan biaya perizinan untuk rumah seder­hana, tapi ada juga yang belum. “Di sinilah kami mengharapkan pemerintah pusat untuk men­dorong pemerintah daerah agar membebaskan biaya perizinan bagi rumah sederhana,” lanju­tnya.

Saat ini, lanjut Ikang, untuk menekan biaya produksi dan harga jual rumah agar bisa tetap terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, banyak pengembang melakukan efisi­ensi di semua bidang. Namun hal ini tidak mengurangi kua­litas rumah yang akan dibangun. Artinya, rumah yang dibeli masyarakat menengah ke ba­wah dengan harga murah tetap bisa menjadi sebuah kebang­gaan. Hal inilah yang tetap dipedomani oleh PT JSA ketika membangun perumahan sederhana untuk masyarakat menengah bawah.

Pengusaha yang dikenal sebagai penyanyi rocker ini menuturkan, bagi masyarakat menengah ke bawah yang penghasilannya dibawah Rp 2 juta per bulan, membeli RSH adalah satu-satunya pilihan. Sebab tingkat penghasilan mereka memang hanya mampu untuk membeli RSH yang cicilannya sekitar Rp 600 ribu per bulan.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Negara Peru­mahan Rakyat, memiliki prog­ram untuk membantu mereka dengan memberikan bantuan berupa subsidi uang muka. Menurut pengalaman Ikang menekuni bisnis ini selama 15 tahun, masyarakat bawah akan semakin berkembang kemam­puannya. Misalnya sekarang hanya mampu beli RSH tipe 22, ketika gaji atau peng­hasilannya semakin meningkat, mereka bisa membeli rumah baru yang lebih besar atau mengembangkan rumah yang lama. Konsep rumah tumbuh kini banyak disukai oleh ma­sya­rakat.

Konsumen Perumahan Perlu Diberdayakan

Pasar perumahan untuk menengah ke bawah sebenarnya sangat besar dan dinamis. Hanya saja, saat ini pasar tersebut dalam kondisi stagnan karena kemampuan beli yang menurun. Karena itulah, menu­rut Direktur PT Jaringan Selera Asia (JSA), Ikang Fawzi, konsumen perumahan mene­ngah ke bawah ini perlu diber­dayakan.

Menurutnya, potensi pasar perumahan untuk masyarakat menengah ke bawah sekitar 70 persen dari seluruh pasar perumahan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari jumlah orang yang berpenghasilan Rp 2 juta ke bawah yang sangat besar. Sedangkan jumlah orang yang berpenghasilan Rp 10 juta ke atas sangat sedikit. “Karena itu, perlu program pemberdayaan bagi mereka. Ini yang harus dilakukan pemerintah,” ungkap Ikang kepada Republika.

Pemberdayaan tersebut, lanjutnya, bisa berupa pembu­kaan lapangan kerja baru, atau peningkatan pendapatan. Secara makro, pertumbuhan ekonomi dalam negeri juga harus diting­katkan.

Karena itu, pihaknya mem­fokuskan untuk membangun perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Hampir 70 persen rumah yang diba­ngun diperuntukkan bagi mereka. Sedangkan sisanya untuk masyarakat menengah atas.

sumber : http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11642:rumah-murah-rumah-idaman&catid=45:rumah&Itemid=159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar