Rumah Murah 1.000 Unit Batal, Berganti Rumah Sejahtera Tapak

Rumah Murah
1.000 Unit Batal, Berganti Rumah Sejahtera Tapak

Lukas Adi Prasetya
| Robert Adhi Ksp | Senin, 5 Maret 2012 | 20:00 WIB

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Pembangunan 1.000 unit rumah murah di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur yang awalnya sempat jadi mimpi tapi nyata, akhirnya batal terealisasi, pasca-serentetan silang pendapat antara Pemkot Balikpapan dengan pengembang. Rumah murah akhirnya dimasukkan kategori rumah sejahtera tapak.

Rumah murah di kawasan perbukitan di Balikpapan Timur itu, seharusnya mulai dibangun akhir 2011 lalu dan membuat tersenyum 1.000 warga berpenghasilan rendah yang mendaftar dan dipilih dengan pengundian-menyisihkan 3000 peminat lain-yang terpilih untuk menempatinya.

"Pihak pengembang tidak mampu memenuhi syarat sesuai Peraturan Menteri Perumahan Rakyat. Karena itu mereka kembali ke konsep awal yakni membangun rumah sejahtera tapak (RST), yang termasuk rumah komersial dan harga per unitnya nya ditentukan pengembang," ujar Muhaimin, Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan Balikpapan, Senin (5/3/2012).

Beberapa yang tidak bisa dipenuhi adalah terkait revisi site plan. Pengembang yakni PT Cipta Griya Sarana Asri ( CGSA) dih aruskan mengubah ukuran kavling, dari 200 meter persegi (rumah komersial) menjadi 108 meter persegi (rumah murah).

Selain itu, pengembang juga mesti mengeluarkan 16 hektar lokasi rumah murah (dari total 94 hektar yang dimiliki PT CGSA), dan menghibahkannya dulu. Syarat lain, lokasi 1.000 unit juga mesti terkumpul pada satu area, tapi pengembang dalam site plan-nya, membaginya ke lima area.

Sesuai aturan pemerintah, harga jual rumah murah tak boleh lebih 25 juta, dan lahan merupakan milik pemerintah daerah. Dalam kasus ini, PT CGSA menjual Rp 26 juta per unit, namun bisa dimaklumi mengingat PT CGSA menghibahkan tanahnya. Sesuai kebijakan daerah, Pemkot meminta harga jual tidak melebihi Rp 26 juta. Namun karena pengembang belum mendapat kepastian bantuan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) dari pemerintah, maka PT CGSA tidak bisa menjamin harga jual Rp 26 juta.

Karel Soekma Jaya, direktur PT CGSA menyangkan sikap Pemkot yang terkesan tidak sabar meniti tahap demi tahap. Skema rumah murah yang kini jadi RST ini adalah jalan tengah dari Pemkot yang kami sesalkan, katanya seraya menyebut Pemkot sepertinya kurang paham aturan pemerintah terkait perumahan.

Jika PSU tidak didapat, maka per unit RST akan dijual Rp 37-40 juta. Namun jika nantinya PSU didapat, harga akan di bawah harga tersebut. Karel mengaku akan membicarakan ini secara hati-hati kepada mereka yang telanjur men daftar dan pasti akan segera menanyakan perihal harga.

Pascamengumumkan pembangunan rumah murah awal Juli 2011, kantor PT CGSA langsung dibanjiri warga. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Balikpapan, harga rumah per unit Rp 26 juta sangat menggiurkan. Apalagi PT CGSA menjanjikan tidak ada uang muka, dan c icilan per bulan nya cukup Rp 300.000. Syarat lain, penghasilan bulanan maksimal Rp 2 juta , dan belum memiliki rumah. Bagi warga non-PNS yang gajinya pas-pasan, harga Rp 26 juta ibarat dongeng, tidak masuk akal, tapi nyata.

Maklum, biaya hidup di Balikpapan amat tinggi, dan tentu saja harga rumah. Di pasaran, rumah tipe 36 dibanderol Rp 150 juta lebih, dan uang muka wajib minimal 20 persen dari harga rumah, dan cicilan sekian juta rupiah per bulan. Sehingga ketika wacana rumah murah muncul, langsung jadi bahan obrolan di sudut-sudut kampung dan warung. Juga jadi isu hangat yang menarik bagi para wartawan yang mayoritas belum memiliki rumah.

RST di Batakan, kawasan timur Balikpapan ini, bertipe 36, dan luas tanahnya 108 meter persegi ini. Rangka rumah terbuat dari baja ringan model knock down. Sedangkan d indingnya dari bahan fiber semen (kalsibot), dan atapnya genteng metal. Pengembang sudah membuat dua unit rumah contohnya.

Murahnya harga rumah, jika dirunut, ialah karena PT CGSA menghibahkan 16 hektar dari total 94 hektar tanah. Karel nekat membangun karena ingin merespons program pemerintah pusat, dan membuktikan bahwa rumah murah bisa dibangun. Secara kalkukasi, PT CGSA rugi uang, walau itu nanti bisa ditutup sebagian dengan penjualan rumah komersial yang akan dibangun. Yang ingin didapat pengembang adalah nama dan kepercayaan.

Dari sisi warga, mereka melihat yang penting harga rumah segitu . Walau lokasi perumahan di puncak bukit dan masih berupa jalan tanah yang becek, tak jadi soal bagi warga. Tak heran, d engan sekejab, 4.000-an formulir terkumpul, dan setelah diverifikasi, tinggal 1.500 formulir yang akan diundi siapa yang berhak atas 1.000 unit. Namun, pengundian dan pembangunan tak terealisasi. Bahkan dihentikan sementara oleh pengembang. Belakangan si pengembang memberikan argumen.

Terlampau banyak yang disyarakatkan Pemkot dalam revisi site plan. Kami merasa dipersulit. Selain itu, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah pusat juga ternyata belum jelas bagi bank yang kami harapkan sebagai pihak pemberi kredit rumah murah ini, kata Karel. Namun ia masih berharap FLPP bisa terealisasi.

Pemkot tidak bisa begitu saja menuruti kemauan PT CGSA, yang kesannya tiba-tiba punya program rumah murah. Membantu berarti itu dari dana AP BD, dan akan miliaran rupiah. Tak cukup berakhir di pertemuan yang difasilitasi DPRD Bali kpapan pada pekan lalu, beberapa hari kemudian Pemkot menggelar jumpa pers sendiri. Pemkot juga menyayangkan PT CGSA yang terburu-buru mengumumkan ke publik perihal rumah murah, padahal urusan administrasinya belum beres.

Dan pada akhirnya masyarakat lah yang kebingungan dan merasa keadilan tidak berpijak. Tedy Rumengan (37) salah satu pendaftar rumah menyebut, harga per unit Rp 26 juta sebenarnya telah menumbuhkan harapan. Di Balikpapan, kota yang terkenal biaya hidupnya tinggi, semua barang dan jasa harganya mahal. Rumah biasa tipe 36 yang letaknya cukup jauh dari pusat kota pun, harganya Rp 200 juta-Rp 250 juta.

"Kalau harga sampai naik, berat. Di sisi lain, kami tidak punya pilihan lain selain tetap membeli ketimbang tak akan pernah punya rumah. Daripada habis hampir Rp 1 juta per bulan untuk mengontrak, mendingan kredit rumah sendiri," ujar Tedy yang setahun ini mengontrak rumah di Perumahan Pondok Mentari, Balikpapan ini.

Tedy sudah 10 tahun lebih mengontrak rumah, dan berpindah-pindah ke beberapa tempat. Asa masih tergantung di benaknya untuk memiliki rumah, namun ia hanya bisa berdoa. Sebuah rumah yang kecil, masih menjadi mimpinya.

sumber : http://regional.kompas.com/read/2012/03/05/20005825/1.000.Unit.Batal.Berganti.Rumah.Sejahtera.Tapak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar